Kaltaraa1.comKALTARA-Menyikapi klarifikasi Ketua DPRD Malinau, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Malinau, dan Pjs. Bupati Malinau terkait insiden yang diduga masuk kategori pelanggaran Pemilu, Juru Bicara (Jubir) Zainal Ingkong Ala (ZIAP) Paslon Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Nomor urut 2 , Sabirin Sanyong pun angkat bicara membantah setiap pernyataan yang dirilis oleh salah satu media online yakni kaltaraterkini.co.id, Sabirin membantah setiap paragraf yang dirilis oleh media dimaksud. Satu persatu dikupas dan dikuliti secara detail dan komprehensif tanpa meloloskan setiap paragrafnya.
“Pertama, justru pihaknya yang mempolitisasi kegiatan yang menggunakan APBD, dimana seyogianya menjadi momen perayaan yang sakral, namun justru menjadi momen yang dimanfaatkan sebagai ajang politik,” bantah Sabirin.
Lanjutnya, kedua, terlepas simbol tangan metal yang sudah menjadi ciri khas band metal asal Indonesia itu, tetapi mengingat, memperhatikan, dan mempertimbangkan asas kepatuhan tentang aturan main selama tahapan kampanye, maka dalam konteks hajatan pemerintah tidak ada apologi, justifikasi atau alasan pembenaran yang dapat mengindahkan apapun bentuk simbol jari yang jika itu identik dengan nomor urut Paslon.
“Ketiga, penekanannya bahwa ini berlaku umum dan bukan hal tabu di setiap momen tahapan kampanye, ada aturan yang mengikat. Kita harus menyadari hal ini dan jangan berpura-pura bodoh. Para stakeholder harus mampu memberi contoh dengan edukasi yang menumbuhkan kesadaran politik yang santun ke masyarakat. Kita ini bicara soal aturan baku, bukan permainan retorika, karena bicara soal aturan tentu penegakannya tidak untuk dipermainkan. Alasan hukum harus terukur dan tentu tidak boleh lepas dari bisa dipertanggungjawabkan dengan asas legal formil, bukan argumentasi hukum yang sifatnya hanya asal-asalan,” terangnya.
Keempat, menurut Sabirin, konteksnya bukan soal tidak ada yang menyuruh atau menyetting siapa saja untuk berpose gaya tiga jari itu di atas panggung, meskipun simbol itu memang sudah menjadi ciri khas Slank sejak puluhan tahun yang lalu, tetapi konteksnya lebih menitik beratkan tidak adanya briefing kepada artis yang diundang manggung, karena ada larangan menggunakan fasilitas negara atau segala yang dibiayai APBD untuk melanggar aturan dalam tahapan kampanye.
“Kelima, jika ada pernyataan bahwa personil Slank juga sempat beberapa kali berfoto dengan tamu-tamu kegiatan HUT Kabupaten Malinau dengan simbol tangan yang berbeda-beda, tetapi mengapa hanya simbol metal saja yang dipersoalkan, itu ‘kan karena posenya tidak menunjukkan simbol-simbol yang identik dengan nomor urut Paslon, sehingga tentu menjadi tidak logis dan lucu jika dipersoalkan. Di samping itu, bukti yang ditemukan hanya pose jari simbol metal sebagai alasannya.
Setiap pelanggaran harus diedukasikan ke masyarakat dengan logika hukum yang terukur, sesuai dengan standar aturan yang relevan dan sah, komprehensif, dikonsumsi masyarakat secara sehat, dan bisa dipertanggungjawabkan secara ketentuan yang berlaku. Bawaslu harus konsisten dan komitmen terhadap apa yang telah menjadi keputusan aturan, jangan pelanggaran disiasati menggunakan alasan yang sangat sedehana dan apalagi terang menyimpang dari konsistensi aturan. Jangan kemudian pihak Bawaslu membangun narasi hukum yang bertentangan dari aturan,” ungkap Sabirin.
Imbuh Sabirin, keenam, jika memang ini bukan settingan, dan simbol tangan 3 jari atau metal merupakan ciri khas band Slank sejak puluhan tahun, bukan 1 jari, 2 jari, 4 jari dan 5 jari, lalu mengapa panitia memilih band yang rawan pelanggaran, sebab simbol metal itu identik dengan nomor urut Paslon. Sudah tahu band Slank punya ciri khas simbol metal yang identik dengan nomor urut Paslon, lalu mengapa panitia tidak membriefing terlebih dahulu, dan tidak fair jika alasan kebetulan menjadi jawaban pembenaran. Kita harus jeli melihat benang merah kesemuanya ini, terutama Bawaslu dan Pjs Bupati Malinau. Tidak elok jika stakeholder memberikan alasan klasik yang tidak mengedukasi masyarakat, argumentasi hukum yang terlalu sederhana dan tidak berdasar, karena ada aturan yang mengikat sudah sejak dari dulu ketika setiap memasuki tahapan kampanye.
“Ketujuh, lucu dengan jawaban Ketua Bawaslu Malinau, jika sebenarnya hal umum yang sudah menjadi ciri khas dari band slank yang sudah lama melekat, sehingga tidak ada kaitannya sama sekali karena memang kebetulan momentumnya yang sangat pas dengan pesta demokrasi, jadi tidak ada hubungannya dengan politik di provinsi Kaltara.
Ini ‘kan definisi yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, dibuat terbalik. Dimana justru umumnya jika pemerintah daerah membuat hajatan seremonial yang kebetulan bertepatan dengan momentum tahapan kampanye dan mengundang artis, bahkan pembawa acara pun tentu tak lepas melalui proses briefing terlebih dahulu untuk tidak menggunakan simbol-simbol yang mengarah pada dukungan kepada Paslon tertentu. Apapun bentuk simbol jari yang jika itu identik dengan nomor urut Paslon, maka alasan apapun tidak dapat dibenarkan,” tegas Sabirin.
Lanjutnya lagi, justru jika sudah tahu jika simbol tiga jari alias metal itu sudah lama melekat sebagai ciri khas Slank, lalu mengapa panitia sengaja mengundang artis yang rawan menimbulkan pelanggaran karena alasan ciri khas tersebut, dan parahnya lagi tanpa melalui proses briefing terlebih dahulu. Justru momen pesta demokrasi inilah yang mengharuskan setiap pihak untuk lebih ekstra hati-hati, jangan dibalik, bukan malah mendekati hal-hal yang berpotensi melanggar. Jadi narasi ketua Bawaslu ini membalikkan keadaan, subjektif dan tidak profesional.
“Tragedi ini memang terjadi di Malinau, tetapi Malinau ‘kan masuk teritorial Kaltara yang menjadi salah satu daerah pemilihan Paslon Gubernur, jadi pernyataan ketua Bawaslu Kaltara itu nggak nyambung,” ucapnya.
Dikatakan Sabirin, kedelapan, kemudian kata ketua Bawaslu jika hal ini sudah dibahasnya juga dengan Pjs. Bupati Kabupaten Malinau. Berarti Pjs Bupati tahu pokok perkara dan melakukan pembiaran, mulai dari awal siapa artis yang diundang, sampai dengan hanya asik menonton dan berpose dengan artis tanpa reaksi saat tragedi metal berlangsung di atas panggung.
Kesembilan, tidak subtansi untuk menanyakan langsung ke pihak band Slank, bahwa tidak ada satupun pihak yang meminta mereka berpose demikian, karena logikanya yang lebih subtansi adalah sudah seharusnya ada briefing terlebih dahulu demi menjaga Pemilu yang jujur dan adil, tutup Sabirin.